Kamis, 19 Juni 2008

Anakku, Aku Tidak Ingin Sampai Kehilngan Engkau

Ada sebuah keluarga yang mempunyai empat orang anak laki-laki. Keluarga ini sangat berbahagia dan harmonis sekali. Setiap hari bapak, ibu beserta keempat anak laki-laki mereka selalu bergembira dan bersukacita. Setiap kali sang ayah pulang dari kantor, si ibu beserta keempat putranya selalu sudah siap menyambut sang ayah dengan penuh sukacita. Setiap malam mereka berenam selalu duduk bersama-sama di meja makan keluarga, saling membagi pengalaman masing-masing setelah seharian mereka melakukan aktifitas masing-masing. Kebahagian mereka itu rasanya tidak dapat diusik oleh siapapun juga.

Sampai suatu hari, sesuatu yang tidak diinginkan dan sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh mereka terjadi. Si bungsu yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) mengalami suatu kecelakaan dan meninggal seketika. Ketika berita duka ini sampai kepada ayah, ibu dan ketiga kakak laki-laki si bungsu tersebut, mereka sempat shock. Mereka seakan-akan tidak dapat menerima kenyataan yang telah terjadi. Mulai saat itu rumah mereka yang biasanya selalu dipenuhi dengan keceriaan mulai berganti dengan suasana dukacita yang sangat mendalam. Seluruh anggota keluarga seakan-akan terlarut dalam suasana berkabung yang mendalam. Yang kelihatannya paling terpukul dengan kematian si bungsu adalah sang ayah.

Ketika diadakan acara penguburan si bungsu, banyak orang yang datang untuk menyatakan rasa turut berdukacita atas kematian si bungsu. Setelah acara pemakaman selesai, sahabat baik sang ayah yang baru saja datang dari luar negeri berusaha menghibur sang ayah dengan kata-kata yang menguatkan. Berbagai cara ia lakukan setiap hari supaya dapat mengurangi kesedihan hati sang ayah, tetapi semuanya itu sia-sia saja. Sang ayah kelihatannya begitu terpukul dan sedih sekali dengan kematian putra bungsunya. Setelah merasa semua usahanya sia-sia akhirnya sang sahabat memutuskan untuk pulang kembali ke rumahnya di luar negeri .

Waktu seakan-akan berlalu dengan begitu cepat, tanpa terasa tahun berganti dengan tahun. Karena kesibukan di dalam pekerjaannya sang sahabat tidak sempat menelepon atau menulis surat untuk menanyakan keadaan sang ayah. Sepuluh tahun berlalu sudah sejak tragedi tersebut terjadi, ketika suatu hari sang sahabat ingat kembali peristiwa menyedihkan yang dialami sang ayah. Karena merasa sangat rindu untuk bertemu dengan temannya dan menanyakan keadaannya sekarang, sang sahabat memutuskan untuk mengunjungi temannya lagi seperti sepuluh tahun yang lalu. Dengan perasaan gembira sang sahabat menelepon temannya untuk memberi kabar bahwa ia akan mengunjunginya lagi dan minta dijemput di bandar udara.

Setelah melewati penerbangan yang jauh dan melelahkan akhirnya tibalah sang sahabat di kota yang dituju. Setelah turun dari pesawat dari kejauhan sang sahabat melihat sang ayah, istri dan ketiga anaknya sudah menunggu untuk menjemputnya. Dengan perasaan gembira kedua sahabat ini bersalaman dan berpelukan sambil menanyakan keadaan mereka masing-masing.

Beberapa saat kemudian mereka telah tiba di rumah yang dihuni keluarga sang ayah. Setelah sepuluh tahun tidak melihat rumah temannya, sang sahabat agak asing dengan rumah tersebut. Ia melihat banyak sekali perubahan telah terjadi atas bangunan rumah tersebut. Interior luar dan dalam rumah beserta perabot-perabotnya semuanya telah berubah sama sekali. Rumah sang ayah sekarang kelihatannya lebih bagus dan nyaman. Dengan senang dan bangga sang ayah mulai mengajak sahabatnya untuk melihat-lihat rumahnya yang sudah di renovasi tersebut. Ruangan demi ruangan ia tunjukkan kepada sahabatnya tersebut. Sang sahabat semakin terheran-heran melihat perubahan atas setiap ruangan yang ada. Semuanya tidak ada yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu, semuanya telah berubah.

Akhirnya sampailah sang ayah Dan sahabatnya di ruangan belakang rumah yang merupakan tempat untuk bersantai semua anggota keluarga. Karena sang sahabat merasa lelah akhirnya mereka berdua duduk di kursi sofa keluarga yang nyaman sambil terus bercakap-cakap. Saat itu tiba-tiba pandangan mata sang sahabat tertuju ke salah satu sudut yang ada di ruangan itu. Lama ia terus menatap sudut ruangan itu sambil terdiam, sampai sang ayah bertanya kepadanya apa yang ia pikirkan

Dengan rasa penuh ingin tahu sang sahabat mulai bertanya: "Temanku aku sudah melihat-lihat setiap ruangan yang ada di rumahmu dan ternyata semuanya mengalami perubahan dan renovasi, tidak ada satu ruangan pun yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Tetapi aku heran sekali kenapa ruangan itu kelihatannya masih tetap sama seperti sepuluh tahun yang lalu dan tidak ada perubahan sama sekali?", kata sang sahabat sambil menunjuk jarinya ke pintu kamar si bungsu.

Kemudian ia berkata lagi: "Sepuluh tahun yang lalu ketika anakmu yang bungsu meninggal engkau begitu sedih sekali, tetapi mengapa sampai sekarang kamar si bungsu masih engkau biarkan tetap ada dan tidak berubah seperti sepuluh tahun yang lalu, bahkan di pintu kamarnya masih tetap tertulis nama anakmu yang sudah meninggal tersebut? Bukankah hal ini justru akan membuatmu selalu teringat kepadanya dan akan membuatmu semakin sedih?

Apakah sebaiknya tidak engkau renovasi saja dan ganti untuk sesuatu yang lain kamar sibungsu ini? Sebaiknya tidak usah dipikirkan lagi semua kejadian yang sudah berlalu. Bukankah engkau masih mempunyai tiga orang anak laki-laki lainnya yang begitu baik dan sekarang sudah besar-besar? "

Mendengar pertanyaan sang sahabat, raut muka sang ayah yang tadinya gembira seketika berubah. Sambil menitikkan air mata sang ayah berkata : "Memang benar aku masih mempunyai tiga orang anak laki-laki yang lain. Mereka bertiga itu begitu baik, taat dan mencintai aku tetapi bagaimanapun juga anakku tetap empat orang. Meskipun si bungsu sudah meninggal tetapi dia adalah tetap anakku dan sampai kapanpun juga aku tetap tidak akan pernah bisa melupakan dia. Meskipun ia sudah meninggal tetapi ia tetap akan selalu hidup di dalam hatiku. Sampai sekarang setiap kali aku memikirkan dia aku selalu sedih, aku merasa sangat kehilangan dia."

Cerita ini mengambarkan betapa besarnya kasih sayang seorang ayah duniawi kepada anaknya yang sudah meninggal. Kalau ayah duniawi saja yang penuh dengan kelemahan bisa sampai begitu sa yang kepada anaknya apalagi Bapa Surgawi kita yang sempurna pasti Dia jauh lebih menya yangi lagi kita setiap anak-anakNya. Yohanes 3:16 mengatakan "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Bapa Surgawi kita begitu mengasihi kita sampai-sampai ia tidak ingin kita terpisah dariNya dan kehilangan kita anak-anakNya. Seperti sang ayah di dalam cerita tersebut yang begitu kehilangan anaknya yang bungsu demikian juga dengan Bapa Surgawi kita, Dia akan sedih sekali dan merasa kehilangan kita jika kita sampai men yang kali Dia.

Sadarkah saudara bahwa setiap kali saudara berbalik dan undur dari padaNya hal tersebut begitu menyakitkan Tuhan, apalagi jika saudara sampai men yang kal Yesus dan murtad, itu seperti menghancurkan hati Bapa Surgawi kita karena Dia akan kehilangan saudara sampai selama-lamanya. Karena itu apapun yang terjadi di dalam hidup saudara jangan sampai saudara men yang kal nama Yesus dan meninggalkan Tuhan.

Dia berkata: "AnakKu Aku sangat mengasihimu. Begitu besarnya kasihKu padamu sampai Aku rela memberikan Yesus, AnakKu yang Kukasihi untuk menebus dosa-dosamu. Begitu dalamnya kasihKu padamu sampai Aku memilih untuk menjadi Bapa Surgawimu dan memilih engkau untuk menjadi anakKu. Aku melakukan semuanya itu karena Aku ingin selalu bersama-sama dengan engkau sampai selama-lamanya. Aku tidak ingin kehilangan engkau. Aku sudah menyediakan tempat untukmu di surga supaya kita bisa selalu bersama-sama untuk selamanya. Sudah berulang kali hatiKu disakiti dan dihancurkan oleh anak-anakKu yang men yang kali nama Yesus dan murtad.

Tegakah engkau melukai hatiKu sekali lagi?"

Kalau saudara benar-benar mengasihi Tuhan, saya percaya saudara dapat menjawab pertanyaan Bapa Surgawi ini!

"Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Roma 8:35,39)