Kamis, 13 November 2008

SEMUANYA BERHARGA
Bacaan: I Korintus 12:12-31

Dan kepada anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita berikan penghormatan khusus.- I Korintus 12:23

Saat Perang Dunia II berlangsung, Inggris mengalami banyak masalah. Salah satu masalah yang cukup serius adalah banyaknya pekerja tambang batubara yang mengundurkan diri karena merasa bekerja di tempat yang kotor dan merasa itu bukan pekerjaan yang berharga. Mereka semua ingin bergabung dengan wajib militer yang akan mendapat banyak pujian dan menganggap bahwa menjadi tentara jauh lebih berharga daripada menjadi pekerja tambang. Jika pengunduran diri ini dibiarkan, Inggris akan kekurangan pasokan batubara, ini berarti rakyat dan militer Inggris akan mendapat masalah besar.

Melihat kenyataan itu Winston Churchill, PM Inggris pada waktu itu, langsung menghadapi ribuan pekerja tambang dan dengan penuh semangat mengatakan kepada mereka tentang pentingnya pekerjaan mereka dan bagaimana peranan mereka sebagai pekerja tambang untuk dapat menciptakan kemenangan bagi Inggris. Akhirnya, orang-orang yang keras itu mengucurkan air mata, menyadari betapa penting dan mulianya pekerjaannya, dan kembali ke tambang batubara dengan ketetapan hati.

Dalam dunia pelayanan, apa yang dialami oleh pekerja tambang itu kerap terjadi. Jika kita ditempatkan dalam sebuah pelayanan yang sederhana, tidak dilihat banyak orang, dan jarang mendapat perhatian, maka kita merasa pelayanan kita tidak berharga. Pada saat itulah kita tergoda untuk masuk dalam pelayanan yang "lebih mulia", dilihat banyak orang dan bidang pelayanan yang lebih penting. Padahal kita tahu bahwa semua pelayanan, apapun bentuknya, adalah penting dan mulia. Entahkah pelayanan itu di atas mimbar yang dilihat orang banyak, ataukah pelayanan itu di tempat tersembunyi (misalnya pelayanan doa). Seharusnya kita belajar untuk menempatkan diri sesuai dengan potensi, talenta, bidang dan panggilan Tuhan dalam hidup kita. Kita semua adalah satu tubuh yang masing-masing berfungsi. Tidak ada anggota tubuh yang satu lebih penting, sementara yang lain kurang penting. Demikian juga halnya dengan pelayanan kita. Ingatlah, bahwa sesederhana apapun pelayanan kita, itu tetap penting dan mulia! (Kwik)

Tidak ada pelayanan yang lebih berharga dan lebih mulia dibandingkan dengan pelayanan yang lain.
TAK TERSISA MAKNA
Bacaan: II Timotius 3:5

Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.- II Tim 3:5

Ini salah satu cerita favorite saya. Seorang pria membeli sebuah beo yang pernah menjadi juara dengan harga yang sangat mahal. Agar beo ini berbicara lebih banyak lagi, maka pria ini sengaja membelikan sebuah sangkar yang benar-benar elegan dan besar. Herannya, di sangkar yang sedemikian bagus, beo itu tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga. Pria ini mulai kuatir lalu mencoba konsultasi dengan penjual burung beo itu. Sang penjual segera menyarankan agar pria ini membeli cermin, sebab dengan adanya cermin maka beo ini akan merasa nyaman. Tetapi usaha ini tak membuahkan hasil. Kembali si penjual beo itu menyarankan agar pria ini membeli tangga dan ayunan supaya beo itu senang. Namun tetap saja usaha ini sia-sia, dan beo itu benar-benar melakukan aksi bungkam mulut. Beberapa hari kemudian beo itu tergolek lemah dan tiba-tiba mengeluarkan suara yang selama ini ditunggu-tunggu. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, beo itu berkata, "Apakah benar tidak ada makanan selain cermin, tangga dan ayunan mahal ini?"

Tahukah Anda maksud cerita itu? Beo itu diperlengkapi dengan fasilitas yang bagus dan mahal, tetapi sayang pria ini lupa memberi makan kepadanya. Tak heran kalau beo ini tidak mau bersuara dan akhirnya mati. Hal yang penting dan mendasar justru dilupakan, sebaliknya pria ini berkonsentrasi kepada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

Mengabaikan hal yang penting karena disibukkan hal-hal yang kurang perlu. Pemandangan ini akan semakin jelas menjelang hari Natal atau hari Paskah, atau acara perayaan penting di gereja. Mempersiapkan diri begitu rupa menyongsong "hari suci" sampai tak menyadari bahwa ia sudah kehilangan makna yang sebenarnya. Sibuk rapat, mencari dana begitu rupa, latihan paduan suara, menyiapkan operet dan drama atau melakukan apapun yang dianggap penting pada momen ini. Namun pada gilirannya, ia melupakan makna yang sebenarnya dari momentum yang sedang ia rayakan. Setelah semuanya berlalu, maka tak tersisa sedikitpun makna yang bisa direnungkan. Kecuali hanya menyisakan keletihan, kejengkelan dan kecapekan yang luar biasa. Kiranya renungan ini selalu mengingatkan agar di saat kita menyibukkan diri pada sebuah momentum yang sedang kita rayakan, kita tidak kehilangan makna yang sebenarnya dari momentum itu.


Sebuah momen tidak akan pernah berarti jika sudah kehilangan maknanya.
MANAJEMEN EMOSI I

Bacaan: Mazmur 42:1-12

Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! - Mazmur 42:6

Emosi diciptakan Allah untuk kebaikan manusia, namun karena manusia telah jatuh dalam dosa, emosi muncul untuk alasan yang salah dan disalurkan dengan cara yang salah juga. Lalu bagaimana kita bisa mengelola emosi itu dengan baik? Dr. Ken Campbel dalam buku 7 Emosi Perusak Jiwa memberikan cara bagaimana mengelola emosi dengan bijak.

Satu, takut. Takut adalah emosi rasional terhadap bahaya yang ada di depan mata. Seperti sakit penyakit, kehilangan sesuatu atau kondisi keuangan yang buruk. Untuk mengelola rasa takut diperlukan pikiran yang tenang dan hati-hati. Kemudian mengenali penyebabnya dan menyerahkan pada Yesus. Semakin besar keyakinan kita akan pertolongan Tuhan, rasa takut pun akan semakin berkurang, bahkan akan hilang.

Dua, depresi. Depresi biasanya terjadi karena merasakan penderitaan batin yang sangat dalam. Untuk mengelola depresi kita harus tahu penyebabnya lebih dulu. Setelah mengetahui apa yang menyebabkan kita depresi, belajarlah untuk menyerahkan beban jiwa kita kepada Tuhan. Pemazmur memberikan cara sederhana bagaimana mengatasi rasa depresinya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:6).

Tiga, amarah. Biasanya akan muncul jika terjadi sebuah peristiwa yang memunculkan ketegangan di dalam pikiran dan emosi kita. Mengelola kemarahan dalam cara yang sederhana bisa dilakukan dengan prinsip 5 W. What, marah pun perlu judul, jadi merembet ke masalah-masalah yang sama sekali tidak berkaitan. Who, siapa yang menyebabkan kemarahan kita? Jangan sampai masalah kantor membuat kita marah-marah dengan keluarga di rumah. Why, kita harus tahu alasan yang jelas mengapa kita marah, jangan marah tanpa alasan yang mengada-ada. When, pada saat marah kita harus tahu kapan waktu yang tepat. Where, marah pun harus tahu dimana tempatnya.

Atasi ketakutan, kekuatiran dan depresi dengan menyerahkan kepada Tuhan. (Amos)

MANAJEMEN EMOSI II

Bacaan: I Yohanes 1:5-10

Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.- I Yohanes 1:9

Empat, rasa bersalah. Rasa bersalah yang terus menghantui merupakan emosi yang tidak sehat. Rasa bersalah yang tidak diselesaikan akan membuat orang merasa tidak bahagia, tidak berharga, salah, gagal karena sesuatu hal dan mendorong orang menghukum dirinya sendiri. Untuk mengatasi hal ini tidak ada pilihan lain kecuali kita datang kepada Tuhan untuk meminta Dia mengampuni dosa kita (I Yohanes 1:9) dan berani melepaskan diri dari bayang-bayang masa lalu.

Lima, kebencian. Tidak ada hal yang positif dari sebuah kebencian. Keadaan hati yang seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika tidak segera diselesaikan, kebencian akan selalu menggerogoti damai sejahtera, sukacita bahkan akan memunculkan dendam terhadap orang yang telah melukai hati kita. Kita harus minta ampun kepada Tuhan karena hidup dalam kebencian, mengijinkan kasih-Nya mengalir dan berani melepaskan pengampunan terhadap orang yang bersalah kepada kita.

Enam, iri hati. Iri hati adalah sebuah emosi yang tidak sehat karena kita selalu merasa bahwa hidup ini tidak adil sehingga timbul cemburu. Penyebab yang sebenarnya adalah hidup yang hanya berpusat pada diri sendiri. Orang yang egosentris (berpusat pada diri sendiri) akan lebih mudah tergoda untuk iri hati ketika melihat keberhasilan orang lain. Itu sebabnya kita perlu memiliki cara pandang yang sehat tentang diri kita sendiri.

Tujuh, dukacita. Memang dukacita adalah bagian dari warna kehidupan, sebab ada waktunya kita mengalami dukacita yang mendalam. Namun yang paling penting adalah jangan pernah membiarkan dukacita itu terus berkelanjutan dalam hidup kita, sehingga kita mulai kehilangan sukacita dan semangat dalam hidup. Pada saat-saat seperti inilah kita membutuhkan orang lain yang bisa menghibur dan menguatkan kita. Selain itu memiliki waktu-waktu yang lebih banyak dengan Tuhan akan lebih mudah menyembuhkan emosi kita ini.

Tidak ada obat yang lebih manjur untuk jiwa yang luka selain daripada kasih. (Amos)

Rabu, 12 November 2008

SEMANGKUK NASI PUTIH

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir didepan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu direstoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk kedalam restoran tersebut.

“Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.” Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.

Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.

Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar berkata dengan pelan :”dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya.”

Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum : ”Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !”

Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir : “kuah sayur gratis.” Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.

“Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.” Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.

“Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya !”

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin diluar kota, demi menuntut ilmu datang kekota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti. Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini.

Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan dibawah nasi ? Suaminya kemudian membisik kepadanya :”Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ketempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”

“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”

“Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?”

Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.

“Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka.

Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.

“Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !” katanya sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari. Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan diluar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik. Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid.

“Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami? saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !” sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.

“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.”

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul, setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya. Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.

Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka :”bersemangat ya ! dikemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !”

Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan. (Sumber epochtimes.com/ h)

Matius 25 : 37-40
37] Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?
38] Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?
39] Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?
40] Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
SAYA INI CUSTOMER SERVICE OFFICER !

Suatu saat sepulang tugas dari luar kota (utk refreshing) saya membaca humor di majalah Reader's Digest yg salah satu isinya sbb:

"Ada seorang ibu dari satu kota kecil sedang bepergian ke kota besar dan masuk ke salah satu toko swalayan yg sangat besar. Segera saja dia asyik berbelanja dan tak lama keranjangnya sudah penuh. Ketika hendak membayar, dia kesulitan mencari letak cassa/kasir toko tsb. Kebetulan dia melihat ada seorang yg berpakaian seragam toko itu dan bertanya:" Maaf bu, kasirnya dimana ya ?" Sambil menatap si ibu yg bertanya si pegawai menjawab: " Maaf ya, saya bukan kasir. Saya ini Customer Service Officer !!" sambil meninggalkan si ibu yg kebingungan."

Saya tertawa seru membaca betapa ironinya si CSO tadi. Ngaku CSO tapi tdk bisa memberi service yg baik. Namun dalam suasana hati yg tertawa itu ada suatu suara halus dari batin saya yg berbunyi : "... kok kamu tertawa...??? yang kamu ketawakan itu siapa ???" Saya langsung kaget dan terdiam. Di dalam hati dan pikiran saya mulai mengalir suara halus tadi lagi bahwa betapa saya juga persis seperti si CSO tadi. Saya hanya pakai "seragam/status" kekristenan/orang percaya/anak Tuhan, tapi apakah saya sudah berbuat utk banyak orang yg juga sedang bertanya dan mencari jalan ke "kasir" (baca Hidup Kekal).

Dalam suasana hati tertempelak itu juga terus mengalir permenungan saya, bahwa betapa selama ini saya belum tersadarkan siapa saya dan status saya sesungguhnya di hadapanNYA ( Mat 5: 13-16; I Petrus 2:9) dan juga sering lalainya saya menjalankan fungsi saya ( Mat 22:37-39 ; 28:19-20).

Selanjutnya saya juga diingatkan bahwa dalam hidup ini sebenarnya kita juga ada pakai banyak "seragam" lain apakah sbg ayah, anak. atasan, karyawan atau yg lainnya (atau yang lebih gawat lagi bagi yang sibuk banget "fashion show" seragam nya tadi sambil ngaku paling cakep dan gaya sendiri sembari ngoyo utk cela dan kritik "seragam" orang lain jelek, ndak pantas ,dll lah). Pertanyaannya sudahkan saya menjalankan tugas saya sesuai dengan seragam yg saya pakai ???

GBU all.
Diposting oleh VINCENTIUS.OEI

Senin, 10 November 2008

Sejauh Mana Seorang Motivator Bisa Menolong Anda?

Ada sebuah fenomena menarik dalam dunia perseminaran. Terutama seminar-seminar motivasi. Para motivator hebat berusaha keras mencurahkan segenap kemampuannya dalam memotivasi perserta. Dan tentu saja, begitu banyak yang termotivasi sehingga sering terjadi keriuhan luar biasa didalam ruangan seminar itu. Semakin lihai sang pembicara membawakan materi trainingnya, semakin terbakarlah semangat mereka. Dan disore hari, seminar itu pun berakhir. Keesokan paginya semangat itu masih ada dalam dada para peserta. Seminggu berikutnya, masih cukup banyak yang tersisa. Waktu sebulan berjalan, masih lumayan. Sekuartal berlalu, sudah sebagian besar yang tanggal. Padahal. Bukankah tujuan membayar dan mengikuti seminar itu adalah untuk menjadikan diri kita lebih handal? Tapi, apakah itu mungkin jika semua pelajaran dan semangat yang didapat menguap secepat kilat?

Ada banyak bukti bahwa seminar motivasi sering tidak meninggalkan bekas yang berarti. Meskipun perusahaan sudah mengeluarkan uang banyak, namun para karyawan yang dikirim ke seminar itu tidak menunjukkan perubahan yang signifikan kecuali untuk jangka waktu yang singkat saja. Perilaku dan sikap mereka kembali `normal' tak lama kemudian. Mungkin memang benar, bahwa ada begitu banyak faktor penyebabnya. Tidak perlu dipungkiri bahwa kualitas dan teknik yang digunakan oleh para motivator merupakan salah satunya. Faktor kedua adalah, dukungan lingkungan perusahaan itu sendiri. Seseorang yang saya kenal dengan sangat dekat berkata:"Gue sudah diikutkan training yang canggih-canggih. Tapi begitu gue presentasikan proposal program kepada para boss, eeeh, mereka malah mengatakan bahwa this company doesn't need such sophisticated project…." Orang ini sudah terbang ke berbagai negara, menempa diri nyaris tanpa henti, dan belajar dari cukup banyak profesor. Tetapi, perusahaan tidak memiliki lahan yang cukup subur untuk memungkinkan benih-benih inovasi hasil dari proses belajarnya tumbuh optimal.

Faktor ketiga tentu saja ada disisi karyawan atau peserta training itu sendiri. Saya sering bertanya-tanya; apa yang menyebabkan seorang karyawan dan peserta training seperti kita ini hanya sanggup mengingat dan menyerap semangat dalam rentang saat yang teramat singkat? Begitu banyak orang yang percaya bahwa semuanya itu bermuara kepada sesuatu yang disebut sebagai `follow up'. Oleh karena itu, tidak terlampau mengejutkan jika saat ini banyak lembaga training, motivator dan trainer yang menawarkan program follow up pasca seminarnya. Dan perusahaan yang percaya bahwa follow up itu penting, bersedia membayar program tambahan itu dengan harapan bahwa para karyawan bisa benar-benar menuangkan apa yang dipelajarinya didalam karya nyata kehidupan kerjanya sehari-hari. Lalu, apakah usaha itu membuahkan hasil? Masih harus kita kaji lebih lanjut. Mengapa? Karena, segera setelah program follow up tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun itu berakhir, maka nyaris berakhir pulalah bekas yang ditimbulkannya. Menurut seorang teman, memang sudah hukumnya begitu; pelajaran yang didapat dari sebuah seminar hanya bakal nyantol sekilas, laksana mobil yang melintas dijalan tol. "Lagipula, yang pantas memikirkan hal begituan itu ya para motivator dan perusahaan," katanya. "Bukan karyawan seperti kita-kita ini."

Memang, ini bukan tempat yang tepat untuk membahas faktor pertama, karena adalah diluar jangkauan kita untuk mengomentari para motivator. Sebab, setiap motivator memiliki gaya, teknik, dan kemampuan tersendiri. Meskipun tak jarang yang meniru orang lain, namun keunikannya sebagai individu cukup menjadi bekal bahwa setiap motivator itu juga unik. Juga, bukan wewenang kita mencampuri kebijakan perusahaan yang tidak sungguh-sungguh menyiapkan ruang dan kesempatan tempat tumbuhnya gagasan-gagasan dan sistem nilai baru yang dibawa karyawannya sebagai oleh-oleh. Tapi barangkali, sebagai teman seperjalanan dalam proses bertumbuh dan berkembang ini, kita bisa saling berbagi dalam menemukan jalan terbaik untuk mengoptimalkan proses belajar kita selama ini. Supaya benar-benar ada manfaat nyata bagi kehidupan kita.

Suatu waktu, istri saya mengatakan; "Kamu terlalu banyak berpikir, chayank." Ketika itu saya masih terperangkap dihadapan layar monitor lap top, sedangkan dia sudah siap dengan perlengkapan fitness-nya. "Sekarang ikut aku ke fitness center," katanya. Dan seperti kerbau dungu yang dicocok hidungnya, saya menurut saja. Karena memang sudah sangat lama kegiatan olah raga saya tidak lagi teratur, meskipun sangat menikmatinya. Itu bisa menjadi alternatif hiburan lain selain cream-bath di bioskop dan nonton di salon. Aih, terbalik ya? Cream-bath di salon dan nonton di bioskop. Wah, boleh juga tuch kalau membuka salon yang menyediakan personal LCD untuk memutar film box office saat menjalani cream-bath, dan didalamnya dilengkapi fasilitas fitness. (Ting…!)

Saya hendak berpindah ke area treadmills saat mata saya menempel di permukaan sebuah dinding. Ada dua buah kalimat yang sangat menarik tertulis disitu. Sungguh, saya tidak pernah merasa bosan untuk menikmati sensasi yang ditimbulkan kedua kalimat itu. Setiap kali saya datang dan membacanya, selalu ada semangat baru yang tumbuh didalam diri saya. Jadi, tidak peduli berapa kali saya melihatnya, saya tidak pernah merasa bosan membacanya. Dan kalimat itu berbunyi; `Motivation is what gets you started'. Untuk memulai melakukan hal besar, kita membutuhkan sesuatu yang memotivasi. Masalahnya, sebuah proyek besar atau perubahan perilaku tidak hanya bisa diselesaikan dengan sekedar memulainya. Melainkan dengan menjalaninya secara konsisten, hingga tujuan kita tercapai. Dan sepertinya kita sudah tahu bahwa para motivator disetiap seminar hanya bisa mengantarkan anda kepada tahap memulai. Jadi, tidak heran kalau begitu banyak orang yang menggebu-gebu saat keluar dari ruang seminar, dan melempem lagi di keesokan harinya.

Orang-orang antusias mempunyai trik tersendiri, yaitu; terus mengejar kemanapun dan dimanapun sang motivator menyelenggarakan seminarnya. Dengan cara itu, mereka bisa mempertahankan motivasinya agar tetap tinggi. Masalahnya, jika waktu kita dihabiskan untuk membuntuti dan mendengar mereka bicara, kapan kita bertindaknya? Lagipula, apakah kita akan terus-menerus bergantung pada sang motivator? Jika uang anda tidak cukup untuk membayar ongkos seminarnya, apakah anda masih bisa mengikuti sesi-sesinya?

Selain itu, kita perlu menerima kenyataan bahwa motivator juga manusia. Ada kalanya mereka salah. Kadang mereka terlalu sibuk untuk menerima telepon penuh rasa ingin tahu anda. Atau sekedar menjawab email anda. Jika demikian, bukankah perjalanan kita menuju pertumbuhan bisa terancam? Jadi, adakah alternatif lain selain yang itu? Tentu saja ada! Tahukah anda, bagaimana caranya? Cari motivator lain yang tidak akan pernah menomor duakan anda. Yang tidak peduli apakah saat itu anda memiliki uang atau tidak. Yang bersedia mendengarkan apapun keluhan anda. Dan yang selamanya ada disisi anda. Emangnya ada motivator seperti itu? Sebelum saya menjawabnya; maukah anda menyebut motivator yang seperti itu – jika ada – sebagai motivator sejati kelas wahid? Ya, anda tentu setuju bahwa motivator yang macam itulah yang pantas mendapatkan gelar bergengsi itu. Sebab, hanya dia yang bersedia melakukan segalanya untuk anda.

Apa tadi pertanyaan anda? `Emangnya ada motivator seperti itu?' Saya bilang; ADA! Percayalah. This kind of motivator really exists here on the earth! Tahukah anda siapa dia? Dia adalah orang yang paling dekat dengan anda. Pacar? Bukan. Istri? Bukan. Anak-anak anda? Juga bukan. Jadi siapa? Anda benar; `diri anda sendiri'. Jika anda mampu menjadikan diri sendiri sebagai motivator utama dalam hidup anda, maka anda sudah mendapatkan the true motivational source. Dan. Itulah. Yang biasa. Kita sebut. Sebagai. Internal motivation.

Selama diri anda ada, maka selama itu pula anda termotivasi. Selama itu juga anda bersedia meneruskan perjalanan untuk bertumbuh kembang. Dan, tepat disaat anda secara konsisten mampu menjalaninya, semua berubah menjadi sebuah kebiasaan. Dan, tepat disaat sesuatu menjadi kebiasaan, anda mulai merasakan segalanya berjalan secara otomatis. Tanpa paksaan. Tanpa keharusan. Tanpa perlu energi fisikal
dan emosional yang besar. Persis seperti bunyi selanjutnya dari kalimat yang tertulis didinding fitness center itu, bahwa: `Habit is what keeps you going'. Mengapa? Karena anda, baru saja mencapai sebuah tatanan baru yang disebut sebagai unconscious competence. Dan itulah saat dimana anda secara sempurna berhasil mengadopsi suatu perilaku, atau keterampilan baru.

Lima juta tahun yang akan datang, kita semua akan menjadi fosil. Seorang arkeolog dijaman itu menemukan puing-puing bangunan fitness center itu. Dan didinding bangunan itu, mereka menemukan sebuah tulisan kuno. Dan. Ketika diterjemahkan, tulisan itu berbunyi; `Motivation is what gets you started. Habit is what keeps
you going'. Motivasilah yang mampu mendorong anda untuk memulai sesuatu. Sedangkan kebiasaan menjadikan anda untuk terus bertahan dijalur itu, hingga anda sampai kepada tujuan hidup yang ingin anda wujudkan. Dalam setiap seminar tentang arkeology dan antropology yang diselenggarakannya; sang arkeolog selalu menyampaikan pesan dididing fitness center kuno itu. Sebab, dia percaya bahwa; jika anda berhasil menjadikan diri anda sendiri sebagai motivator pribadi. Dan anda berhasil membangun kebiasaan-kebiasaan positif yang bisa menjamin anda terus bertahan dalam setiap perjuangan hidup. Maka. Anda benar-benar telah menjadi. Manusia modern. Yang
sangat handal. (Dadang Kadarusman)

Catatan Kaki:
Tidak ada motivator yang lebih baik dari diri anda sendiri. Hanya saja, anda sering tidak mendengar nasihat-nasihatnya.
Benarkah Anda Bisa Melakukan Apapun Juga?

Salah satu impian terbesar umat manusia adalah; bisa melakukan apapun yang diinginkannya. Untungnya, orang-orang hebat sering mengatakan;"Anda bisa melakukan apa saja!". Sangat mudah untuk menyerap nasihat itu karena kedengarannya bisa mengantar kita kepada mimpi terbesar itu. Tidak heran jika kemudian didalam hati kita ada sebuah ukiran indah berbunyi: "Aku bisa melakukan apa saja!". Uuuh, kedengarannya ini bisa menjadi bukti pencapaian tertinggi umat manusia. Karena, jika kita bisa melakukan apa saja; maka tercapai sudah segala impian itu. Tapi, benarkah anda bisa melakukan apapun juga?

Anda yang pernah menonton film The Land Before Time, tentu ingat tujuh sekawan hewan purba kecil yang bersahabat. Littlefoot si anak Apatosaurus berleher panjang menjadi pusat persahabatan itu. Cera si anak Triceratops, badak purba bercula tiga yang juga disebut sebagai Trihorn. Ducky si anak Saurolophus sang nenek moyang bangsa bebek. Petrie, si anak Pteranodon yang merawisi masa depan para burung. Spike si Stegosaurus sang leluhur buaya. Ruby si Oviraptor cilik. Dan Chomper anak Tyrranosaurus yang memilih untuk bersahabat dari pada harus memakan teman-temannya.

Ayah Cera yang raja Trihorn menasihatkan sebuah pelajaran penting. "Cera," katanya. "Trihorn itu adalah mahluk terhormat dan paling hebat. Karena," lanjutnya. "Kita keluarga Trihorn bisa melakukan apa saja!" Suaranya yang besar dan menggelegar menggema ke seluruh penjuru rimba purba. Sedangkan didalam dada Cera, nasihat itu
menjelma menjadi semangat yang membara. Yang menjadikan dirinya begitu percaya bahwa; Seekor Trihorn seperti dia, bisa melakukan apa saja.

Pada suatu ketika, ketujuh sekawan mengadakan perlombaan yang unik. Yaitu, berdiri diatas sebatang kayu yang terapung diair. Siapa yang paling lama berdiri diatasnya, dialah pemenangnya. Littlefoot, tidak ikut bertanding. Dia memilih untuk menjadi pendukung para kontestan yang sedang berlomba. Karena dia tahu, binatang besar berkaki empat seperti dia tidak dirancang untuk melakukan hal semacam itu. Sedangkan Cera yang juga besar dan berkaki empat? Dia tahu bahwa seekor Trihorn bisa melakukan apa saja. Persis seperti yang selalu dikatakan oleh ayahnya.

Sebelum pergi, Cera berpamitan kepada Ibunya. "Ibu, aku mau bermain sama teman-teman." katanya. "Akan aku menangkan pertandingan itu, karena seekor Trihorn bisa melakukan apa saja!" Semangat itu tentu membuat kedua orang tuanya bangga. Terutama sang ayah yang telah berhasil menjadikan anaknya seorang pemikir positif, penuh percaya diri, dan selalu optimis. Tapi, ibunya penasaran dan bertanya;"Kalian mengadakan perlombaan apa kali ini, Cera?".

Pertanyaan itu menghasilkan sebuah jawaban yang sangat mengejutkan. Sampai-sampai, Ayah yang sedang mengasah tanduknya berhenti dan berteriak; "Perlombaan macam apa itu, Cera?" suaranya menggetarkan dada. "Kamu tidak boleh ikut perlombaan itu!" seraya berlari menghampirinya.

"Mengapa aku tidak boleh ikut berlomba, Ayah?" tanya Cera. "Aku ingin memenangkan pertandingan itu..." lanjutnya.

"Itu permainan yang sangat berbahaya!" jawab Ayah dalam suara tinggi erbalut cemas.

"Ayah, bukankah Ayah bilang seekor Trihorn bisa melakukan apa saja?" Cera membalas diantara kebingungan dan kekecewaan.

"I, Iyya, tapi..." Ayah terlihat ragu-ragu. "Tapi, berdiri diatas sebatang kayu yang terapung diair sungai yang deras bukanlah salah atunya...."

"Maksud Ayah..." kata Cera. "Seekor Trihorn tidak bisa melakukannya?" Jelas sekali dia kecewa. Namun, sekuat apapun Ayah menghalanginya, dia tidak bisa dihentikan. Ayah, tidak bisa semudah itu menghapuskan pelajaran yang sudah ditanamkannya didalam diri Cera. Sebab, pelajaran itu, benar-benar diserap, diyakini dan dijiwai olehnya. Hingga dia mengira bahwa memang seekor Trihorn bisa melakukan apa saja.

Kita, para manusia juga demikian. Begitu bertubi-tubinya pelajaran yang meyakinkan kita bahwa kita ini bisa melakukan apa saja. Jika kita mau. Pelajaran itu sungguh-sungguh kita dengarkan. Kita resapi didalam hati. Dan kita jadikan tenaga yang menggelora untuk menyemangati hidup. Namun seperti pengalaman Cera, ada banyak situasi dimana kita harus dihadapakan pada kenyataan bahwa tidak segala hal bisa kita lakukan. Itu membuat kita kebingungan; bukankah para guru motivasi saya mengatakan bahwa saya bisa melakukan apapun juga? Sekarang saya ingin melakukan ini, namun sekuat apapun saya berusaha, ternyata saya tidak bisa jua.

Ketika Cera pada akhirnya tenggelam dan hanyut terbawa arus sungai yang deras. Ayahnya menyadari bahwa kepada para pembelajar, tidak seharusnya dia meyakinkan bahwa mereka bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan. Bukan. Bukan itu. Sebab, seekor Trihorn tidak didisain Tuhan untuk menjadi perenang hebat. Atau penerbang ulung. Seekor Trihorn, dirancang untuk menjadi dirinya sendiri. Mengenali potensi diri sejati yang dimilikinya. Lalu, menggunakan kemampuan itu untuk menjalani hidupnya. Dan. Itu tidak berarti melakukan apa saja yang diinginkannya. Melainkan, untuk. Menjalani fitrahnya. Mengikuti kodratnya. Memaknai keberadaan dirinya. Melalui aktualisasi atas kapasitas diri itu.

Cera, bukanlah satu-satunya pembelajar penuh semangat yang haus akan pencerahan itu. Ada jutaan Cera lain yang merindukan pengarahan yang benar tentang apa yang patut dilakukan dalam hidupnya. Mereka membutuhkan seseorang yang bersedia mengatakan bahwa; kita bukanlah mahluk yang bisa melakukan apa saja. Tapi, kita bisa meraih kesuksesan hidup dengan melakukan apa saja yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitas diri kita seutuhnya. Yaitu, ketika kita menjadi manusia yang bersedia mengakui betapa kita ini bukan mahluk yang sempurna. Namun, dibalik kesadaran akan ketidaksempurnaan itu, tumbuh keyakinan bahwa; Tuhan sudah menghadiahi kita dengan kemampuan untuk menjalani sebaik-baiknya hidup. (Dadang Kadarusman)

Catatan Kaki:
Ada dua alasan mengapa kita tidak perlu bisa melakukan segala hal.
Pertama, diri kita tidak didisain untuk menjadi mahluk yang serba
bisa. Dan kedua, kesuksesan bukanlah milik mereka yang bisa melakukan
segala hal; melainkan kabar baik bagi orang-orang yang bersedia
memberdayakan diri.